Wednesday, March 24, 2010

Hanya Cinta

Oleh : Giacinta Hanna

Hanya cinta yang membuat gusar
Cinta pula yang mampu menguras energi
Energi positif menjadi energi cemburu
Kamu hanya milikku, tiada yang lain
Hanya itu yang ada dibenak

Untuk seseorang yang merasa diacuhkan
Untuk satu orang yang selalu merasa dipersalahkan
Ungkapan rasa yang sulit dimengerti
Ungkapan kemarahan
Hanya untuk satu nama


Ada rasa tersanjung sekaligus asing
Diperlakukan secara khusus
Perfeksionis, melankolis, romantis
Ada rasa bahagia
Ada rasa takut kehilangan

Hanya cinta yang membuatmu mengamuk
Hanya cinta yang menjadikanmu cemburu
Goresan pena yang mampu membuat reaksi
Keberhasilan ungkapan rasa nampak
Proses pembentukan diri berlangsung

Selama nafas masih berhembus
Selama cinta masih bisa dirasakan
Dalam dada, dalam hati
Dalam diri dan dalam jiwa
Hanya cinta yang menjadikanmu seperti ini.

Wednesday, March 10, 2010

Wah, kok jadi gini?

Oleh : Giacinta Hanna

Ada cerita tetapi bukan dongeng menjelang tidur. Ini memang benar terjadi dan mungkin ada hal-hal kecil yang bisa diambil hikmahnya bagi kehidupan.

Di warung tempatku berjualan yang istilah 'ngetren'nya disebut kafetaria, pengurus foodcourtnya diganti. Semula jabatannya sebagai bagian Administrasi dan Logistik. Sejak pengelolaan dialihkan ke pemilik gedung, dia diangkat sebagai manajer foodcourt. Latar belakang pendidikannya adalah eks mahasiswa fakultas hukum. Ada yang memberi kabar bahwa orang ini adalah eks preman. Ah, gosiplah itu! Tetapi jika diamati ada benarnya juga gosip itu. Gayanya memang seperti preman jika berhadapan dengan para tenan. Hm,...apa iya dia eks preman? Aku jadi terpengaruh juga.

Terkadang latar belakang pendidikan tidak terlalu berpengaruh dengan dimana dan menjadi apa seseorang itu kelak. Namun ada kalanya biarpun hanya belajar satu semester, sikapnya seolah-olah seperti sudah sangat profesional di tempat menimba ilmu. Seperti Bapak yang satu ini. Gayanya sudah seperti ahli hukum profesional, pandai berkelit dan tidak mau kalah. Yang penting nada bicaranya keras dan menyerang terlebih dahulu.

Sekali waktu dia membagikan satu lembar daftar menu yang harus diisi oleh para tenan. Di lembaran itu tertulis Daftar Menu Tenan dan Gaya Makanan. Aku mengisi 22 jenis menu makanan dari Western Style yang sebenarnya tidak murni dan sudah dmodifikasi, disesuaikan dengan lidah kita. Namun menu ke-10 berupa Sapo Tahu Ayam dia coret. Katanya itu bukan dari Western Style tetapi dari Chinese Style. Dia benar, tetapi Sapo Tahu yang ada di warungku ini sudah aku modifikasi dengan ditambahkan bahan-bahan yang bukan berasal dari Cina seperti Bawang Bombay, Paprika Merah, Paprika Hijau dan Chicken Katzu. Aku berpendapat bahwa orang ini cuma tahu nama dari jenis makanan tanpa pernah mencicipinya. Dan aku salah memberi nama. Seharusnya aku pakai nama yang berbau 'bule'.

Aku jadi terpikir untuk mengerjai orang ini. Akhirnya aku bertukar pikiran dengan anak-anakku. Kepada merekalah aku berdiskusi banyak hal termasuk mengenai hal ini. Mereka jualah 'tester'ku. Sebelum makanan yang sudah aku modifikasi dipasarkan, mereka cicipi terlebih dahulu. Jika mereka sudah berujar,"enak, ma. Enak!" sambil melahap makanan itu sampai habis, barulah aku yakin untuk menjualnya.

Kali ini aku bertanya pada mereka,"Nak, mama ingin jual Mpek-mpek tetapi itu kan bukan makanan 'bule'. Supaya si manajer itu tidak tahu, sebaiknya pakai nama apa ya?"
Kening mereka berkerut yang menandakan sedang berpikir keras. Mereka diam beberapa saat. Tidak lama kemudian si sulung berujar,"grandpa aja, ma."
"Wah, ide yang brilian."
Aku mengembangkan idenya. Kalau Mpek-mpek lenjer namanya jadi Long Grandpa. Mpek-mpek kapal selam jadi Titanic Grandpa, Mpek-mpek isi keju jadi Cheese Grandpa.
"Ma, kalau Cheese Grandpa itu kepala 'mpek'nya dikasih keju parut?" kata si bungsu.
"Wah, kok jadi gini? Mama jadi bingung sendiri nih!"