Sunday, June 20, 2010

Si "Puppy"
(Giacinta Hanna)

Diseberang sana, kobaran api iri hati semakin membara padahal dia tidak pernah melupakan kegiatan beibadah. Namun setelah itu, kembali rasa itu menguasai hati dan pikiran. Rasa itu nampak pada sikap dan perbuatan. Wajah tidak enak dipandang, tak ada senyum sedikitpun dan tidak bersemangat ketika melakukan pekerjaan. Ketika berbicara seringkali mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan hati. Tak ada lagi yang mampu diperbuatnya selain melawan. Emosi lebih dominan daripada logika.

Aku mengerti bahwa ada suatu ambisi yang tidak mampu dicapainya. Dan ketika kemampuan bertambah, ada suatu rasa tinggi hati yang mulai menyelimuti. Semua tidak terjadi secara tiba-tiba tetapi melalui suatu proses yang panjang. Aku mengerti namun dia tidak sadar bahwa disaat inilah godaan setan lebih sering mengganggu. Tak ada lagi rasa damai di hati. Pikiran dikuasai oleh hal-hal yang negatif dan menganggap dirinyalah yang benar.

Persaingan untuk merebutkan kedudukan dalam pekerjaan adalah wajar. Namun jika sudah mulai melakukan hal-hal negatif seperti memfitnah 'rival', membicarakan hal-hal buruk 'rival' kepada orang banyak bahkan kepada atasan sampai akhirnya berani melawan atasan menjadikan semua itu tidak wajar lagi, tidak sehat lagi.

Aku jadi ingat dengan istilah anjing peliharaan yang menggigit tuannya sendiri. Ketika si 'puppy' masih kecil dan lucu tuannya merawat dan memelihara dengan penuh kasih sayang. Namun ketika sudah besar dan kuat, anjing itu malah galak bahkan menggigit tuannya sendiri. Semua tindakan ini menjadikan si tuan terkejut dan sedih. Tuannya tidak pernah menduga bahwa 'puppy' bisa bertidak begitu kejam.

Dia bagai si 'Puppy" yang sudah kuat namun mulai berani melawan majikan. Dia mulai mengatur dan sering membantah perkataan majikan. Mungkin karena dia merasa mulai mampu mandiri atau bahkan mungkin karena dia merasa majikannya membutuhkan tenaga dan pikirannya, jadi tidak berani mengeluarkannya dari pekerjaan. Entahlah. Yang jelas dia telah bertindak ceroboh dan membuat majikannya bersedih.

Mungkin ada suatu hal yang bisa diambil hikmahnya dari kejadian ini. Apakah di jaman sekarang sikap loyalitas sudah tidak ada lagi sampai-sampai si "Puppy" pun bisa berubah. Apakah di era modern ini fokus kehidupan hanya bertumpu kepada harta, kedudukan dan martabat? Apakah ibadah hanya kegiatan rutin yang sulit sekali diterapkan dalam kehidupan sehari2? Entahlah.