Thursday, November 18, 2010

It's Possible

by : Giacinta Hanna

It's impossible life without difficulty
It's impossible life without restriction
It's impossible life without negative challange
It's impossible life without disappointment

So, how must we do through the life with sincere?
It's suspended from us.
Does we have a spirit and courage?
Does we have a bravery and commitment to pursue our future goals?

If we have all,
we have showed to everybody,
that whatever we want,
whatever we believe,
if hard fought and fixation,
everything will be possible.
Believe it.

Thursday, October 28, 2010

Bung! Please,......
(Giacinta Hanna)

Aku jenuh, bung!
mendengar keluhanmu setiap hari.
Aku bosan, bung!
menjawab teguranmu setiap sore.
Aku muak, bung!
Menerima kritikanmu setiap saat.

Aku adalah aku
Sudah kubuat yang ku mampu
Sudah maksimal usahaku
Jadi bedindepun aku mau.

Hanya senyum yang ku perlu
Canda tawa tanpa seteru
Jalani hidup jauhi risau
Dan nyaman bersamamu.

Sunday, September 19, 2010

TIGA GENERASI

(Giacinta Hanna)

Ketika kutemui mereka, yang terpampang hanya wajah kusut penuh persoalan. Entah apa yang sedang terjadi pada mereka. Entah apa pula yang meresahkan hati keduanya. Ku hanya melihat raut wajah tua yang tidak bahagia. Ya, Tuhan. Aku telah melalaikan mereka sampai-sampai tidak tahu apa yang sedang dialami.


Aku tidak langsung bertanya. Aku pura-pura tidak tahu dan terus bercerita tentang perkembangan cucu-cucu mereka. Hanya itu yang bisa diperbuat dan semoga manjur. 

Perlahan-lahan raut wajah mereka tampak berubah. Sorot mata yang semula hampa mulai bersinar. Kutahu mulai ada kehidupan disana. Bukan lagi anak yang dirindukannya, tapi cucu-cucu. Transfer rasa yang harus aku maklumi karena mampu menjadi obat mujarab bagi mereka.

Kini ku harus menahan diri untuk tidak bercerita tentang kehidupanku. Padahal akupun rindu melepaskan rasa yang seringkali mengganjal. Aku masih ingin diajak bicara seperti dulu. Ah, aku masih ingin bermanja-manja sejenak untuk melupakan setumpuk kewajiban. Aku masih ingin mendengarkan nasehat mereka yang mampu membesarkan hati.

Setelah sekian lama kucari, tak pernah kudapatkan perhatian setulus yang mereka berikan. Perhatian tanpa pamrih dari mereka yang memiliki ikatan darah. Tak bisa kupungkiri, ikatan darah yang sama mengikat hati untuk saling mengisi dengan tulus. Semua tak tergantikan. Tak akan pernah ditemukan ketulusan yang sama dari darah yang berbeda. Tak akan pernah ada !

Hei,….wajah - wajah keriput itu mulai tersenyum riang hanya karena melihat tingkah cucu-cucu yang mulai beranjak dewasa. Aku harus mengalah agar tidak menghancurkan suasana. Kubiarkan mereka saling melepas rindu. Rupanya anak-anakku memiliki rasa yang sama dengan mereka.

Hanya rasa syukur yang bisa kupanjatkan karena masih dapat menyaksikan semuanya. Tiga generasi yang mampu bercengkerama dan bertemu di alam yang sama. Tiga generasi yang menjalin rasa kebersamaan. Rasa bahagia, saling membutuhkan bahkan rasa duka. Tak kan pernah kusia-siakan kesempatan yang hanya dapat kutemui sekali seumur hidupku. Aku sangat mencintai kalian, Ma, Pa. Jangan pernah ada lagi kesedihan dihati kalian. Aku tidak ingin melihatnya. Hatiku merasa sakit melihat itu.


NB :
Mengingatkan diri untuk lebih memprioritaskan orang tua kandung selama masih hidup untuk menjaga hati mereka agar senantiasa merasa bahagia. Hanya ini yang bisa diperbuat untuk membalas ketulusan hati mereka membesarkan kita.



Sunday, June 20, 2010

Si "Puppy"
(Giacinta Hanna)

Diseberang sana, kobaran api iri hati semakin membara padahal dia tidak pernah melupakan kegiatan beibadah. Namun setelah itu, kembali rasa itu menguasai hati dan pikiran. Rasa itu nampak pada sikap dan perbuatan. Wajah tidak enak dipandang, tak ada senyum sedikitpun dan tidak bersemangat ketika melakukan pekerjaan. Ketika berbicara seringkali mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan hati. Tak ada lagi yang mampu diperbuatnya selain melawan. Emosi lebih dominan daripada logika.

Aku mengerti bahwa ada suatu ambisi yang tidak mampu dicapainya. Dan ketika kemampuan bertambah, ada suatu rasa tinggi hati yang mulai menyelimuti. Semua tidak terjadi secara tiba-tiba tetapi melalui suatu proses yang panjang. Aku mengerti namun dia tidak sadar bahwa disaat inilah godaan setan lebih sering mengganggu. Tak ada lagi rasa damai di hati. Pikiran dikuasai oleh hal-hal yang negatif dan menganggap dirinyalah yang benar.

Persaingan untuk merebutkan kedudukan dalam pekerjaan adalah wajar. Namun jika sudah mulai melakukan hal-hal negatif seperti memfitnah 'rival', membicarakan hal-hal buruk 'rival' kepada orang banyak bahkan kepada atasan sampai akhirnya berani melawan atasan menjadikan semua itu tidak wajar lagi, tidak sehat lagi.

Aku jadi ingat dengan istilah anjing peliharaan yang menggigit tuannya sendiri. Ketika si 'puppy' masih kecil dan lucu tuannya merawat dan memelihara dengan penuh kasih sayang. Namun ketika sudah besar dan kuat, anjing itu malah galak bahkan menggigit tuannya sendiri. Semua tindakan ini menjadikan si tuan terkejut dan sedih. Tuannya tidak pernah menduga bahwa 'puppy' bisa bertidak begitu kejam.

Dia bagai si 'Puppy" yang sudah kuat namun mulai berani melawan majikan. Dia mulai mengatur dan sering membantah perkataan majikan. Mungkin karena dia merasa mulai mampu mandiri atau bahkan mungkin karena dia merasa majikannya membutuhkan tenaga dan pikirannya, jadi tidak berani mengeluarkannya dari pekerjaan. Entahlah. Yang jelas dia telah bertindak ceroboh dan membuat majikannya bersedih.

Mungkin ada suatu hal yang bisa diambil hikmahnya dari kejadian ini. Apakah di jaman sekarang sikap loyalitas sudah tidak ada lagi sampai-sampai si "Puppy" pun bisa berubah. Apakah di era modern ini fokus kehidupan hanya bertumpu kepada harta, kedudukan dan martabat? Apakah ibadah hanya kegiatan rutin yang sulit sekali diterapkan dalam kehidupan sehari2? Entahlah.




Wednesday, April 14, 2010

Sepenggal Nasehat
(Giacinta Hanna)

Ada kutipan yang menarik dari lagu yang berjudul "Jangan Menyerah"

Seringkali dengan mudah kita akan berkata bahwa kita tidak akan pernah mampu atau tidak bisa melewati segala sesuatu yang ada dihadapan kita hari ini. Namun satu yang perlu kita ingat bahwa dalam menempuh perjalanan ini, disaat naik ke gunung ataupun turun ke lembah, bahwa kita tidak pernah dibiarkan sendiri. Setiap melewati kehidupan, Tuhan selalu memberi kekuatan untuk menanggung segala perkara.

Dalam segala perkara, Tuhan punya rencana yang lebih besar dari semua yang terpikirkan. Apapun yang kuperbuat, tak ada maksud jahat. Sebab itu kulakukan semua dengan-Mu Tuhan. Ku tak akan menyerah pada apapun juga sebelum mencoba semua yang ku bisa, tetapi ku berserah kepada kehendakMu. Hatiku percaya Tuhan punya rencana.

Untuk itu, dalam setiap keadaan jangan pernah menyerah. Sebab Allah yang menyertai kita jauh lebih besar dari segala persoalan yang ada didalam kehidupan kita. Apapun yang kita alami tidak pernah melampaui kekuatan kita untuk menanggungnya.

catatan dariku :

Berat, memang terasa berat jika kita mengalami keadaan yang jauh dari harapan.
Lelah, memang terkadang ada rasa lelah ketika usaha yang sudah dilakukan belum memberi hasil.
Penat, memang rasa penat seringkali menghampiri jika perlawanan datang dari rasa cemburu

Namun janganlah bertumpu kepada persoalan yang ada. Lihatlah jauh ke depan. Ada impian yang hampir diraih. Jangan mudah menyerah ditengah jalan. Lawanmu akan bersorak sorai. Lawanmu akan merasa bahagia tanpa kehadiranmu. Karena sesungguhnya dia ingin menjatuhkan mentalmu demi memuaskan egonya sendiri. Dan kamu jangan terlena seditikpun.

Lawanlah dengan keyakinan penuh bahwa kamu berada di jalan yang benar. Galilah terus potensi yang ada untuk meraih hidup berkemenangan. Harapan dan semangat harus tetap ada dalam melalui kehidupan agar hidupmu tidak terbuang sia-sia. Setiap orang mempunyai arti asal diri sendiri menghargainya. Percayalah bahwa Tuhan memberikan anugerah yang besar untuk kita yang harus digali, dikembangkan, dibina agar nampak berkilau indah.

Monday, April 12, 2010

ARTI BERSYUKUR

Giacinta Hanna


Ada butiran peluh yang mulai timbul disekitar kening dan punggung saat teriknya mentari tengah hari menyentuh kulit dari balik kaca depan mobil. Suhu ruangan sekitar semakin meningkat. Sungguh membuat hati dan tubuh terpengaruh sangat. Emosi semakin bertambah jika sesekali ada kendaraan roda dua yang mendahului dari sebelah kiri dan kanan tanpa perasaan. Seakan-akan kendaraan roda empat menjadi pengganggu kelancarannya berlalu-lintas.

Untuk mengurangi rasa penat, terlintas ide menekan tombol tape recorder berfasilitas radio yang semula off menjadi on. Diseberang sana mulai terdengar seseorang sedang bercerita. Nada suaranya bersemangat sekali dan cukup menguras perhatian. Dia adalah salah seorang motivator kenamaan di tanah air.

Ada nasehat yang diingat sampai saat ini dan sangat menyentuh hati. Beliau mengatakan bahwa jika orang tertawa ketika hatinya bahagia itu adalah hal yang wajar. Dan jika orang menangis saat bersedih itu juga hal yang biasa. Namun merupakan suatu hal yang luar biasa jika dalam keadaan bermasalah, orang mampu tersenyum manis. Tentunya senyuman manis yang tulus dan keluar dari hati yang terdalam. Sungguh sulit melaksanakan nasehatnya namun jika mau belajar, tentu aku bisa.

Aku teringat saudaraku yang juga seperti ini. Begitu banyak masalah hadir dalam kehidupannya. Kami semua mengkhawatirkan keadaannya. Khawatir depresi, tidak bahagia dan khawatir jatuh sakit. Akan tetapi aku jarang sekali melihatnya bersedih dan berkeluh kesah. Bahkan setiap kali bertemu, garis bibirnya senantiasa melengkung ke atas ditambah canda ceria yang menghangatkan suasana. Ada rasa heran mengapa masih mampu tersenyum dalam keadaan kalut, sedih dan gusar? Kok bisa ya menutupi perasaaan hati yang sebenarnya sedangkan orang disekitar saja merasa khawatir tanpa sempat tersenyum ceria seperti dia? Tentu ada kemampuan yang istimewa dan luar biasa dalam dirinya.

Aku berpikir dan akhirnya mulai tahu. Dia mampu keluar dari rasa ego yang seringkali membelenggu diri. Kemampuan untuk menanggung segala masalah bukan menjadi beban hidup melainkan merupakan bagian dari proses pembentukan diri menjadikan dirinya kuat. Dengan kerelaan dan kepasrahan penuh akan campur tangan Tuhan dalam menyelesaikan segala perkara, membuat diri mampu tersenyum dalam keadaan kalut, sedih, gusar. Ya, dia memang senantiasa berbincang akrab dan mencurahkan semua masalahnya kepada Tuhan. Dia mau belajar dan merendahkan diri dihadapanNya.

Apakah ini yang dinamakan hidup penuh syukur? Aku percaya, ada sumur sukacita dalam diri yang memang telah dianugerahkan Tuhan untuk manusia. Saudaraku mampu menimba air dari sumur sukacita di dalam diri sehingga dalam keaadaan sedih masih mampu bersukacita. Disinilah letak keistimewaan yang seringkali diabaikan. Kemauan untuk belajar menerima keadaan apapun yang dialami dan menganggap semua adalah proses bertumbuh dalam iman kepada Tuhan.

Aku mengerti bahwa sungguh sulit menerima keadaan buruk dengan senyuman namun jika kita mau membuka diri dan belajar tentang misteri Tuhan untuk kita, maka kita akan senantiasa hidup penuh syukur. Aku mempunyai ide untuk membuka hari kita dengan menyapaNya, “Terima kasih Tuhan karena Engkau menambahku hidup satu hari lagi, kesahatanku baik, dan hatiku bahagia. Aku juga masih diberi kesempatan untuk merasakan kebaikanMu. Akan kujalani hidupku sepanjang hari ini sesuai keinginanMu.”

Ada kesimpulan yang kudapat dari pemikiran ini. Dengan menanamkan terus menerus pengertian akan kebaikan Tuhan dalam kehidupan kita sehari-hari, maka akan tercermin pula di wajah yang selalu ceria, sikap yang ramah dan perilaku yang tenang. Inilah yang dinamakan hidup penuh syukur. Syukur kepada Tuhan apapun yang terjadi, baik ataupun buruk.

Suhu udara yang meningkat di dalam kendaraan tidak sempat lagi kurasakan dengan analisa yang cukup panjang ini. Tanpa terasa perjalananku berakhir dan ada sesuatu yang berubah dalam diri. Aku tidak lagi mengumpat pengendara roda dua itu meskipun meninggalkan goresan panjang dan cukup dalam di kendaraan yang aku bawa. Emosiku menjadi lebih terkendali dan ketika kulihat wajahku di cermin, garis lengkung di bibir mulai naik. Aku hanya berpendapat bahwa goresan ini toh masih bisa kuperbaiki. Masih untung bukan tubuhku yang tersentuh. Jika tubuhku yang diserempet bahkan ditabraknya , tentu masalah akan lebih besar lagi. Mungkin tubuhku akan memiliki goresan luka dimana-mana. Terima kasih Tuhan untuk hari berkesan yang Engkau berikan melalui seorang motivator.

Wednesday, March 24, 2010

Hanya Cinta

Oleh : Giacinta Hanna

Hanya cinta yang membuat gusar
Cinta pula yang mampu menguras energi
Energi positif menjadi energi cemburu
Kamu hanya milikku, tiada yang lain
Hanya itu yang ada dibenak

Untuk seseorang yang merasa diacuhkan
Untuk satu orang yang selalu merasa dipersalahkan
Ungkapan rasa yang sulit dimengerti
Ungkapan kemarahan
Hanya untuk satu nama


Ada rasa tersanjung sekaligus asing
Diperlakukan secara khusus
Perfeksionis, melankolis, romantis
Ada rasa bahagia
Ada rasa takut kehilangan

Hanya cinta yang membuatmu mengamuk
Hanya cinta yang menjadikanmu cemburu
Goresan pena yang mampu membuat reaksi
Keberhasilan ungkapan rasa nampak
Proses pembentukan diri berlangsung

Selama nafas masih berhembus
Selama cinta masih bisa dirasakan
Dalam dada, dalam hati
Dalam diri dan dalam jiwa
Hanya cinta yang menjadikanmu seperti ini.

Wednesday, March 10, 2010

Wah, kok jadi gini?

Oleh : Giacinta Hanna

Ada cerita tetapi bukan dongeng menjelang tidur. Ini memang benar terjadi dan mungkin ada hal-hal kecil yang bisa diambil hikmahnya bagi kehidupan.

Di warung tempatku berjualan yang istilah 'ngetren'nya disebut kafetaria, pengurus foodcourtnya diganti. Semula jabatannya sebagai bagian Administrasi dan Logistik. Sejak pengelolaan dialihkan ke pemilik gedung, dia diangkat sebagai manajer foodcourt. Latar belakang pendidikannya adalah eks mahasiswa fakultas hukum. Ada yang memberi kabar bahwa orang ini adalah eks preman. Ah, gosiplah itu! Tetapi jika diamati ada benarnya juga gosip itu. Gayanya memang seperti preman jika berhadapan dengan para tenan. Hm,...apa iya dia eks preman? Aku jadi terpengaruh juga.

Terkadang latar belakang pendidikan tidak terlalu berpengaruh dengan dimana dan menjadi apa seseorang itu kelak. Namun ada kalanya biarpun hanya belajar satu semester, sikapnya seolah-olah seperti sudah sangat profesional di tempat menimba ilmu. Seperti Bapak yang satu ini. Gayanya sudah seperti ahli hukum profesional, pandai berkelit dan tidak mau kalah. Yang penting nada bicaranya keras dan menyerang terlebih dahulu.

Sekali waktu dia membagikan satu lembar daftar menu yang harus diisi oleh para tenan. Di lembaran itu tertulis Daftar Menu Tenan dan Gaya Makanan. Aku mengisi 22 jenis menu makanan dari Western Style yang sebenarnya tidak murni dan sudah dmodifikasi, disesuaikan dengan lidah kita. Namun menu ke-10 berupa Sapo Tahu Ayam dia coret. Katanya itu bukan dari Western Style tetapi dari Chinese Style. Dia benar, tetapi Sapo Tahu yang ada di warungku ini sudah aku modifikasi dengan ditambahkan bahan-bahan yang bukan berasal dari Cina seperti Bawang Bombay, Paprika Merah, Paprika Hijau dan Chicken Katzu. Aku berpendapat bahwa orang ini cuma tahu nama dari jenis makanan tanpa pernah mencicipinya. Dan aku salah memberi nama. Seharusnya aku pakai nama yang berbau 'bule'.

Aku jadi terpikir untuk mengerjai orang ini. Akhirnya aku bertukar pikiran dengan anak-anakku. Kepada merekalah aku berdiskusi banyak hal termasuk mengenai hal ini. Mereka jualah 'tester'ku. Sebelum makanan yang sudah aku modifikasi dipasarkan, mereka cicipi terlebih dahulu. Jika mereka sudah berujar,"enak, ma. Enak!" sambil melahap makanan itu sampai habis, barulah aku yakin untuk menjualnya.

Kali ini aku bertanya pada mereka,"Nak, mama ingin jual Mpek-mpek tetapi itu kan bukan makanan 'bule'. Supaya si manajer itu tidak tahu, sebaiknya pakai nama apa ya?"
Kening mereka berkerut yang menandakan sedang berpikir keras. Mereka diam beberapa saat. Tidak lama kemudian si sulung berujar,"grandpa aja, ma."
"Wah, ide yang brilian."
Aku mengembangkan idenya. Kalau Mpek-mpek lenjer namanya jadi Long Grandpa. Mpek-mpek kapal selam jadi Titanic Grandpa, Mpek-mpek isi keju jadi Cheese Grandpa.
"Ma, kalau Cheese Grandpa itu kepala 'mpek'nya dikasih keju parut?" kata si bungsu.
"Wah, kok jadi gini? Mama jadi bingung sendiri nih!"

Saturday, February 20, 2010

Ibu Idaman


Oleh : Giacinta Hanna

Tulisan iseng ini muncul ketika aku lebih mementingkan egoku dibandingkan kepentingan orang lain. Tidak ada salahnya jika aku bagikan pemikiran ini. Siapa tahu ada yang pernah mengalami hal yang sama. Siapa tahu bisa diambil manfaatnya bagi kehidupan.

Ibu impianku adalah ibu yang menyediakan waktunya untuk mendengarkan dan welas asih. Memaklumi dan mengerti kesulitan anak-anaknya. Memahami bahwa ada suatu waktu anaknya mengalami masalah yang tidak mampu ditanggungnya sendiri dan bersedia menjadi teman seperjuangan.

Ibu mertua yang kurindukan adalah seorang ibu yang bijak dalam bertutur maupun bersikap, menyayangi menantu layaknya anak sendiri, tidak menuntut terlalu banyak, tidak mengutamakan harta duniawi, tidak suka bergosip tentang keburukan menantu dan tidak terlalu sering mencari perhatian.

Tentunya seorang ibu bahkan ibu mertua memiliki impian tentang anak dan menantu idamannya. Sebaliknya, tentu tidak ada salahnya jika seorang anakpun memiliki impian tersendiri mengenai ibu dan ibu mertua idaman. Itu menurutku. Si pemberotak sejati.

Ada kemungkinan seorang ibu tidak pernah menanyakan bahkan mencari tahu bagaimana sosok ibu yang menjadi impian anak dan menantu. Ada kemungkinan seluruh hidupnya hanya digunakan untuk membentuk anak dan menantu agar sesuai dengan impian dan keinginannya. Lagi-lagi menurut pemikiranku.

Ketika aku sudah menjadi seorang ibu dari kedua anakku, akupun belum pernah mencari tahu bagaimana sosok ibu yang anak-anakku impikan. Padahal setiap hari aku bergaul dan bersenda gurau dengan mereka. Ada kemungkinan aku terlalu menfokuskan pada kepentingan diri sendiri. Hidup di dalam kotak yang berisi obsesi untuk menjadi istri dan ibu yang baik.

Pernah suatu waktu aku bertanya pada anakku, “nak, ibu idamanmu seperti apa sih?”

“Nggak ada, ma. Yang penting baik”.

Ternyata begitu sederhana jawabannya. Dia akan menerima seperti apapun ibunya yang penting baik sama dia. Yah, itu yang anakku impikan tentang seorang ibu. Bukan seorang ibu yang pandai berbisnis, ibu yang pandai memasak, ibu yang cantik sekaligus wanita karir ataupun ibu yang brilian, ‘super mom’, bla…bla…bla.

Mungkin tidak semua anak memiliki pemikiran yang sama seperti diatas. Pemikiran tergantung keadaan dimana dia dibesarkan dan apa yang menyenangkan bahkan menyakiti hati, juga tergantung usia anak. Semakin dewasa seorang anak, semakin berpengalaman dalam hidup, pemikiran mengenai ibu idamanpun akan semakin berkembang. Perkembangan pemikiran akan banyak berubah terutama bagi anak yang banyak mengalami luka batin dan tidak merasa puas ketika dalam perawatan ibunya.

Pemikiran anakku terhadap aku sebagai ibunya jauh berbeda dengan pemikiranku terhadap ibu dan ibu mertuaku. Begitu banyak persyaratan yang aku berikan agar mereka bisa berkenan bagiku. Begitu banyak hal yang harus mereka lakukan untukku. Aku terhenyak. Aku tersadar. Tuntutan itu terlalu berlebihan dan tidak mungkin mereka lakukan. Anak dan menantu seperti apa aku ini? Ow…ow…ow…!

“Ah, ada kemungkinan mereka kurang mampu mengungkapkan rasa cinta dan perhatian yang bisa dipahami seorang anak”, lagi-lagi aku berpikir negatif. Namanya juga ego lagi dominan.

Selang beberapa waktu, kembali aku ingat jawaban anakku. Jawaban itu menyadarkanku akan perkiraanku yang keliru tentang bagaimana menjadi ibu yang baik. Jika begitu, sangat tidak adil jika aku berniat membentuk orang tua sesuai keinginanku, bukan keinginannya. Dan mungkin aku terlalu berlebihan dan kaku dalam menilai. Sebab baik menurutku belum tentu baik menurut para orang tuaku.

Isengku kambuh lagi. Kali ini kepada anak-anakku sambil mencari tahu. Ibu yang baik menurut versi anakku itu seperti apa sih? Untuk mengetahui ini semua tentunya harus melalui pengamatan dan pergaulan sehari-hari dengan anak-anak. Lah,……bagaimana bisa tahu jika sehari-hari tidak bergaul dengan mereka?

Aku ingat sesuatu. Ketika anakku sedang asyik bermain game, aku mengingatkannya agar tidak lupa belajar. Reaksinya hanya bersuara, “hmm…. bentar, Ma.”

Oh rupanya pada saat itu menurutnya aku ini ‘si pengganggu’ yang mengusik keasyikannya bermain. Dan rupanya teguranku kurang tepat waktu. Mungkin dalam pikirannya aku bukanlah ibu yang dia idamkan. Aku hanya ‘si cerewet Jaka Sembung’ yang tidak perlu didengarkan. Jadi aku harus mencari cara agar teguranku ditanggapi dengan baik.

Suatu saat aku melihat anakku ingin sekali minum air es padahal tenggorokannya sangat sensitif. Tentu saja ketika aku melihatnya aku melarang, “ehh….jangan minum air es. Nanti radang tenggorokan.”

“Lah mama curang. Setiap hari aku lihat mama juga minum air es. Kenapa aku nggak boleh?”

Begitu banyak hal yang bisa dipelajari dari percakapan dan sikap sehari-hari seorang anak bahkan orang tua. Begitu banyak ucapan polos seorang anak yang seringkali secara tidak langsung menegur kita sebagai orang tua. Kembali aku ditegur bahwa jika posisiku sebagai orang tua, agar saranku bisa mereka terima dengan baik, aku terlebih dahulu harus memberi contoh yang baik dihadapan mereka.

Dan jika posisiku sebagai anak dan menantu, agar aku bisa diterima dengan baik, pertama-tama harus memiliki pemikiran positif tentang mereka kemudian merubah sikap diri kearah yang lebih baik dari sebelumnya. Sikap seperti apa ya? Yaitu merubah sikap negatif yang masih ada dalam diri menjadi positif dan selanjutnya raihlah dunia !