Monday, March 9, 2009

Rumah Impian

Oleh : Giacinta Hanna

Tangga yang kudaki tidak semulus yang kukira. Tumbuh lumut di setiap sudut dan tekstur batu templek membuat aku harus berhati-hati menginjaknya terutama ketika hujan turun. Belum lagi kakiku sering tersandung batu ketika aku melangkah tanpa konsentrasi penuh. Ya, tangga itu tidak terlindung dari hujan dan panas juga rawan akan perubahan.

Namun, itu jalan satu-satunya yang aku temui untuk menuju rumah impian. Rumah impian dimana semua yang aku inginkan tersedia. Kebebasan melakukan apapun tanpa batasan. Bebas dari perasaan terkekang, diawasi, disaingi, tuntutan hidup, dan peraturan-peraturan.

Sudah tiga anak tangga aku lalui dengan susah payah. Haruskah aku berhenti sampai disini? Berat sekali kaki ini melangkah menuju anak tangga yang ke empat. Haruskah aku beristirahat sejenak untuk melepas lelah? Mampukah aku menuju anak tangga yang kesepuluh, yang merupakan anak tangga terakhir?

Dimanakah si pemberi semangat yang tidak lelah mendorongku untuk terus melaju? Dimanakah si pendukung sejati yang selalu menyediakan waktunya untukku? Entah, tak ku temukan di anak tangga yang ke empat. Aku harus berjuang sendiri. Fokus kepada impianku.

Friday, March 6, 2009

Energi Menjalar

Oleh : Giacinta Hanna

Energi menjalar yang hidup di dalam rahim seakan tidak pernah puas menikmati darah segar dari pemiliknya. Energi yang seperti parasit itu berusaha menggemukkan diri dari menit ke menit, dari hari ke hari tanpa perasaan. Tanpa ada rasa kasihan terhadap si empunya tubuh.

Ia sungguh tangguh. Jika ada usaha untuk membuang dengan memangkasnya, maka ia akan tumbuh semakin cepat dan semakin subur. Menjalar ke usus, pinggul dan entah kemana lagi. Tanpa arah. Tanpa seorangpun mampu mencegahnya. Tanpa satu obatpun yang mampu menangkalnya.

Kekuatan telah berpindah. Kekuatan telah dicurinya perlahan-lahan. Hanya rintihan kesakitan yang membuktikan bahwa daya tahan tubuh semakin mengendur. Pengobatan dilakukan hanya sebagai penahan rasa sakit. Energi menjalar itu tetap ada.

Mengapa energi itu harus ada? Mengapa dia diberi tugas sebagai 'si pencabut nyawa' dalam kehidupan ini? Apa tidak ada jalan lain menuju kehadapanNya? Jalan yang lebih ringan dan menyenangkan. Mengapa tubuh harus merasakan kekuatan yang berpindah?

Kita tidak bisa berdamai dengan energi yang satu ini. Usaha untuk berdamai selalu berakhir dengan kegagalan. Apa yang harus dilakukan? Berjuang sampai titik darah penghabisan. Berjuanglah !

Untuk seseorang disana, yang sedang merintih kesakitan dari hari ke hari melawan tamu tidak diundang, si energi menjalar. Jangan lelah berjuang. Lawanlah penyakitmu. Jangan pernah mengalah satu detikpun. Doaku selalu menyertaimu. Percayalah, Dia dipihakmu.