Wednesday, April 29, 2009

Live is a gift

Today, before you bore with your life, just remember to someone who is faster go to heaven
And when you tire and bore with your work, just remember to jobless, invalid people and someone who want your work.
Before you blame to someone, just remember that nobody life perfectly.
Put a smile at your face and thanksful to Lord because you are still alive and here in this world.
Live is a gift. Do it, enjoy it and celebrate it.
Enjoy every time in your life because it’s can’t be back in the future.

Wednesday, April 22, 2009

Terima kasih, Di !


Oleh : Giacinta Hanna


Didi (20) setiap pukul tujuh pagi mulai bersiap-siap kerja. Diraihnya satu karung plastik besar kosong yang sudah dimodifikasi seperti tas punggung dan besi panjang dengan ujung yang tajam dari gerobak setianya. Tak lupa dipakainya topi berbentuk kerucut untuk melindungi kepalanya dari hujan dan panas.

Dari “tanah merah”, sebuah lapangan bertanah merah tempatnya menetap, dia menelusuri jalan tembus menuju ke perumahan. Dihampirinya bak-bak sampah di setiap rumah. Dikaisnya satu demi satu tumpukan itu untuk mencari plastik-plastik bekas. Pekerjaannya dilakukan dengan tekun sampai sore hari.


Dibalik pakaiannya yang lusuh, Didi dengan tinggi 160 cm tampak tegap dan sehat. Kulitnya kuning langsat dan berwajah polos. Terkadang senyumnya tampak jika ada sesuatu hal yang membuatnya bahagia. Tak ada kesan sedih dalam dirinya karena putus sekolah dan hidup sendiri di perantauan. Semua dia jalani apa adanya agar bisa mendapatkan uang.

Didi adalah anak semata wayang yang berasal dari Purwokerto. Kedua orang tuanya masih menetap disana dan sudah tidak bekerja lagi. Akibat kesulitan ekonomi, ia tidak mampu melanjutkan sekolah dan terpaksa mencari pekerjaan di luar kota

Bukanlah hal yang mudah tanpa bekal ilmu pengetahuan bekerja di kota. Didipun tidak mempunyai kenalan di kota Bekasi, kota yang ditujunya sebagai tempat untuk mencari nafkah. Namun keinginan membantu ekonomi keluarga begitu kuat melekat dibenaknya.

Sambil berjalan perlahan karena letih, Didi bepikir keras. Sampailah ia di tempat penampungan barang-barang bekas dari plastik. Dengan sedikit ragu dihampirinya tempat itu.

“Permisi Pak, darimana barang-barang bekas ini?” ujarnya menanyakan pada seorang pria yang sedang menimbang tumpukan kantong plastik.

“Oh, ini saya beli dari pemulung. Mereka mengirimkannya secara rutin seminggu sekali untuk dijual kesini,” ujar bapak itu ramah.

Dari percakapan itu, Didi menemukan ide untuk mendapatkan uang. Dia akan menjadi pemulung khusus plastik-plastik bekas. Jika plastik-plastik bekas itu sudah terkumpul, dia akan menjualnya di tempat itu.

“Yah, yang penting pekerjaan ini halal, bukannya mencuri,” gumamnya.

Baru satu bulan Didi bekerja sebagai pemulung, namun rejekinya tidak habis-habis. Dalam sehari Didi mampu mengumpulkan 10 – 20 kg plastik. Plastik-plastik itu dijemurnya lagi untuk kemudian dijual seharga Rp. 1400,- per kilonya.
Biasanya ia mengumpulkannya selama satu minggu agar uang yang didapat lebih banyak. Rencananya uang ini nanti akan diberikan kepada kedua orang tua.

Siang itu, seperti biasanya Didi menelusuri bak demi bak. Disalah satu rumah terlihat seorang ibu sedang sibuk mengeluarkan barang-barang bekas. Ada dus, mainan, tas dan plastik. Ibu itu terlihat kebingungan karena baknya tidak cukup untuk menampung semua barang-barang bekas itu.

Mata Didi berbinar-binar dan senyum tampak diwajahnya. Dihampirinya Ibu itu.

“Permisi, Bu. Barang-barang ini sudah tidak dipakai kan? Boleh saya ambil?” ujarnya sopan sambil tersenyum.

“Oh, boleh, boleh. Kebetulan sekali kamu datang. Soalnya bak ini tidak cukup. Masih banyak lagi barang yang akan saya buang.” Kata Ibu itu bersemangat karena merasa terbantu dengan kehadiran Didi.

Didi si anak rantau boleh putus sekolah. Didi boleh saja memiliki pengetahuan terbatas. Didi boleh tidak paham apa itu Global Warming. Didi hanya ingin mencari nafkah untuk menyambung hidup.

Dibalik niatnya yang sederhana, tersimpan jasa yang begitu besar untuk memperbaiki lingkungan. Secara tidak langsung Didi membantu mengurangi jumlah sampah yang sampai di Tempat Penampungan Akhir.

Terima kasih, Di !


Tuesday, April 21, 2009

Hanya CintaMu

Oleh : Giacinta Hanna

Ketika satu demi satu
Sahabat meninggalkan kita
MenjumpaiMu di surga
Kekosongan jiwa hadir

Dalam diam ku menangis
Mencurahkan kepedihan hati
Kurasakan hidup sendiri
Tiada sahabat setia

Dalam diam akhirnya kutemukan
Sosok setia tempat curahan hati
Dalam diam kupercaya
Hanya Engkau pendamping sejati

Kau yang selalu mendengarkan doaku
Mengabulkan setiap permohonanku
Memberikan penghiburan
Tanda kau mencintaiku sungguh

Cinta tanpa pamrih
Yang seringkali kulanggar
Cinta utuh
Yang seringkali tak kusadari

Kutemukan hanya padaMu
Kuakui sungguh
Keutuhan cinta pembawa damai
Hanya cintaMu

Kini, keserahkan diriku hanya padaMu
Tiada yang lain
Kau yang sangat peduli padaku
Tiada yang lain

Cinta sejati
Yang selama ini kucari
Hanya CintaMu
Hanya untukMu

Ku kembali padaMu
Karena hanya Engkau
Yang setia bersamaku
Si Pendukung sejati.

Monday, April 6, 2009

Rasa Kehilangan

Oleh : Giacinta Hanna

Tidak ada yang abadi di dunia ini. Suatu saat kita pasti akan merasakan ditinggalkan seseorang. Akan menjadi hal yang sangat menyakitkan jika rasa memiliki terlalu kuat membelenggu diri.

Dalam mencintai sesuatu ada suatu rasa yang datang bersamaan, yaitu rasa takut kehilangan sebab kita tidak ingin mengucapkan selamat tinggal. Kita tidak mampu menerima kenyataan bahwa orang yang kita cintai tidak bersama kita lagi.

Sadarilah bahwa apapun yang kita miliki suatu saat akan pergi. Kita tidak berkuasa mencegahnya. Tidak seorangpun. Yang ada adalah cara untuk bertahan jika hal yang kita sayangi itu pergi untuk selama-lamanya dan siap menghadapinya.

Ada 12 cara mengatasi kesedihan diantaranya :

1. Berilah ruang bagi diri untuk bersantai
2. berusaha melepas kesedihan kepada sahabat.
3. Katakan "Selamat tinggal" dalam surat perpisahan ketika kita sudah siap dan menganggap tindakan ini membawa perbaikan untuk diri.
4. Kenanglah dengan mengingat sesuatu yang baik tentang dirinya.
5. Biarkanlah air mata mengalir ketika emosi mulai muncul untuk memberikan kelegaan.
6. Pergilah keluar.
7. Carilah dukungan.
8. Ampunilah diri sendiri dan orang lain.
9. Carilah pelarian seperti nonton, melakukan hobi baru, banyak tidur siang dan melalukan perjalanan.
10.Berdoa dan baca kitab suci.
11. Singkirkan pikiran negatif.
12. Berolah raga.

Nobody likes goodbyes. But that’s life. A series of hellos and goodbyes. ... we should learning to move with the changes that are heading our way, like them or not; and finding the courage to become what we need to become.