Wednesday, August 27, 2008

KINI TASTY HADIR DI SGC CIKARANG





"Bu, saya undang TASTY pada hari Sabtu di SGC Cikarang," ujar ibu Jeane yang menjabat General Manager di beberapa mall dengan nada bersemangat.
"Saya tertarik untuk mengajak Ibu bergabung di Foodcourt SGC Cikarang karena konsep makanan yang Ibu jual sudah benar," ujarnya lagi meyakinkan.

Saya bertemu Ibu Jeane di stand TASTY Bekasi Square saat dia membeli French Fries. Saya tidak menduga bahwa beliau tertarik dengan menu-menu yang saya tawarkan. Dengan serta merta dia meminjam daftar menu yang katanya akan dipakai untuk meyakinan atasannya.

Saat itu saya tidak pernah berpikir untuk membuka cabang di tempat lain karena TASTY di Bekasi Square baru berjalan selama satu setengah bulan. Saya baru saja bernafas lega karena berhasil mendapatkan pegawai-pegawai yang bisa diandalkan. Orderpun baru saja meningkat secara kontinu.

Namun Ibu itu memberikan kemudahan-kemudahan agar saya bisa buka di SGC Cikarang.

"Saya mampu menyajikan yang terbaik, namun saya tidak punya modal, Bu," ujar saya ketika dia telepon untuk yang kedua kalinya.

Namun Tuhan berkehendak lain. Ada seseorang yang bersedia gabung sebagai pemodal di stand saya. Ini adalah jalanNya dan kita tidak akan pernah tahu rencanaNya. Saya hanya mengikuti kehendakNya karena saya percaya kalau Dia mau saya buka di SGC Cikarang, pasti ada jalan untuk mencapainya.

Akhirnya pada tanggal 25 Agustus 2008, TASTY resmi dibuka untuk umum. Para tenant yang sudah bergabung sebelumnya, para staf SGC termasuk waiter dan waitress ikut aktif mempromosikan keberadaan stand saya. Terima kasih untuk semuanya. Saya akan memanage kedua stand saya sebaik-baiknya. Semoga usaha saya bisa berjalan dengan lancar dan diterima oleh masyarakat.

Monday, August 11, 2008

Jika ANAK .......................

Oleh : MA Ingewaty Hasjim
Dari Buletin Nafiri edisi Agustus 2008
Paroki St. Arnoldus Bekasi

Jika anak dibesarkan dengan celaan,
ia belajar memaki

Jika anak dibesarkan dengan permusuhan,
ia belajar berkelahi

Jika anak dibesarkan dengan cemoohan,
ia belajar rendah diri

Jika anak dibesarkan dengan penghinaan,
ia belajar menyesali diri

Jika anak dibesarkan dengan toleransi,
ia belajar menahan diri

Jika anak dibesarkan dengan dorongan,
ia belajar percaya diri

Jika anak dibesarkan dengan pujian,
ia belajar menghargai

Jika anak dibesarkan dengan sebaik perlakuan,
ia belajar keadilan

Jika anak dibesarkan dengan rasa aman,
ia belajar menaruh kepercayaan

Jika anak dibesarkan dengan dukungan,
ia belajar menyenangi dirinya

Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan,
ia belajar menemukan cinta dalam kehidupannya.

Friday, August 8, 2008

Menipu Tidak Pandang Usia

Oleh : Giacinta Hanna

Langkahnya tertatih-tatih mencapai pintu pagar. Perawakan gemuk, wajah bundar, kulit sawo matang dan rambut ikal berbando. Memakai daster lusuh seakan-akan tidak pernah diganti. Hanya suaranya yang keras terdengar bersemangat ketika berbicara.

"Permisi, Bu, saya bukan orang jahat. Saya hanya tukang urut. Boleh saya masuk rumah Ibu? Sebentar aja, Bu. Ada yang ingin saya bicarakan," ujar ibu tua setengah memaksa.

"Ibu ini siapa ya? Tinggal dimana? Ada perlu apa dengan saya?" ujar saya sedikit curiga.

"Saya bukan orang jahat, Bu. Saya tinggal dekat rumah Ibu. Rumah saya di Elok sana," ujarnya lagi.

"Boleh ya saya masuk", lanjutnya setengah memaksa.


Tuntutan hidup, kebutuhan ekonomi yang mendesak, keinginan yang melebihi kemapuan terkadang membuat seseorang menghalalkan segala cara dalam proses mencapai semua itu. Berbagai alasan dikemukakan untuk meyakinkan korban.

Ibu tua itu dengan mulus berhasil masuk rumah dan duduk. Banyak sudah kata-kata manis yang keluar dari mulutnya. Ketika kepalanya mendongak, dia melihat ada salib di dinding dan dia berkata,

"Oh agama Ibu Katolik ya. Saya juga beragama Katolik, Bu. Gereja saya dekat terminal...bla.......bla........bla......... Kita satu iman ya. Begini Bu, saya ini hidup sebatang kara, dua saudara saya sudah meninggal dan tidak punya anak. Saudara saya yang masih hidup sekarang ada di rumah sakit. Saya mau nengokin, mau beliin jeruk engga punya uang. Saya pinjam sama Ibu Rp.50.000 ya. Nanti teman saya, Ibu Neneng mau datang jam 4.00 sore, mau kasih pinjaman Rp.200.000 sama saya. Nah, sore saya balikin uang Ibu. Bener, Bu. Yakin aja Bu. Saya bukan orang jahat," cerocosnya tanpa memberi kesempatan kepada saya untuk berkomentar.

Berdasarkan rasa kasihan dan ingin menolong sesama, akhirnya saya memberikan uang Rp. 30.000 kepada ibu tua itu. Namun terlihat dia tidak mau beranjak juga dari rumah. Bahkan dia berkata,

"Saya yakin sekali Ibu mampu. Saya bukan mau pinjam Rp.30.000,- Bagaimana saya bisa beli Jeruk sekaligus ke Rumah Sakit dengan uang segini? Saya pinjam Rp. 50.000,- Saya akan kembalikan nanti jam 4.00 sore," kembali cerocosnya memenuhi ruangan.

Karena tidak ingin memperpanjang masalah, akhirnya saya kembali memberikan uang Rp. 20.000,- sesuai permintaannya dengan resiko tidak dikembalikan. Yah,.........hitung-hitung beramal di pagi hari.

Akhirnya ibu itu keluar dari rumah saya dengan langkah tertatih-tatih. Dia sangat berterima kasih dan berdoa agar saya diberikan rejeki dua kali lipat. Amin, Bu. Saya sempat berujar,

"Hati-hati di jalan, Bu!"

Sore hari, iseng-iseng saya tunggu ibu itu. Dia tidak datang. Malam hari masih saya tunggu. Tidak datang juga. Pagi hari, saya tetap menunggunya. Dia tidak datang. Janji itu palsu, kata-kata manis itu berisi kebohongan-kebohongan. Saya telah ditipunya.

"Tapi, apakah Ibu itu tidak datang karena ada sesuatu hal yang menimpa dirinya? Sakitkah? Terjatuh di jalankah?" pertanyaan-pertanyaan itu muncul begitu saja dibenak saya. Ada perasaan khawatir terjadi sesuatu terhadap Ibu Nengsih, nama yang dia sebut untuk dirinya. Nengsih bukan Nancy.

Apapun yang sudah dia lakukan terhadap saya, saya tidak merasa dirugikan. Mungkin memang uang sebesar Rp. 50.000 itu bukan hak saya dan harus saya salurkan. Dan ibu itu tempatnya. Saya hanya berharap agar ibu itu selamat dalam hidupnya, tidak ada hal negatif yang memimpanya.

Kalaupun memang dia menipu saya, saya juga berharap agar tidak menambah dosa lagi dengan terus menipu demi mencapai keinginan sesaat. Lebih terhormat hidup sederhana namun dari hasil keringat sendiri daripada hidup berkecukupan dari hasil menipu.

Semoga Tuhan mengampuni dosa-dosanya dan mengantar kembali ke jalan yang benar.

Friday, August 1, 2008

Daun Bunga Lily, rumah terapung masa depan.


Arsitek dari Belgia, Vincent Callebaut, mengajukan terobossan baru dalam menghadapi masalah perubahan iklim dan kepadatan, solusinya dinamai: Daun Bunga Lili.

Daun Bunga Lili ini digambarkan sebagai: prototipe kota amfibi yang mampu menghidupi diri sendiri, dengan masing2 daun mampu menampung 50.000 orang.Di tengah Daun ini ada sebuah danau yang menampung dan menjernihkan air hujan. Kita terapung ini tidak membutuhkan jalan dan akan mengapung dan "terhanyut" ke seluruh dunia akibat pergerakan arus laut.

Desain dari Daun ini di memuat 3 marina dan 3 gunung yang dikhusukan bagi bisnis dan hiburan. Kota ini unik, karena kota ini merupakan kota amfibi, setengah kota air, setengah lagi kota darat.

Kota ini mendapat sumber daya dari matahari, angin dan arus laut, yang akan memproduksi lebih banyak energi daripada energi yang dikonsumsinya, dan akan menjadi kota yang ber-"emisi nol" karena semua karbon dan limbah akan di daur ulang.Harapan yang ada adalah pada tahun 2100, akan ada 250 juta orang yang melarikan diri dari perubahan cuaca, yang disebut "Climactic refugee", karena air laut akan menghancurkan kota2 seperti New York, Shanghai dan Bombai.Vincent percaya, bahwa produknya ini adalah solusi jangka panjang untuk menghadapi naiknya air laut, dan bukannya memperkuat garis pantai, karena solusi garis pantai ini hanyalah solusi jangka pendek.

Desain dari Daun ini diinspirasikan oleh daun Amazonia Victoria Regia yang memiliki tulang daun yang sangat rapat.Tujuan Vincent adalah untuk menciptakan "hubungan harmonis antara manusia dan alam".