Tak ada lagi kata yang terucap
Jangan ada lagi tetes air mata
Disaat kepergianku
Untuk selamanya
Maafkan caraku ini
Yang 'tak ingin kau terluka
Karena diriku terlalu mencintaimu
Maafkan kepergianku
Yang inginkan kau bahagia
Tanpa diriku untuk selamanya
Tak ada lagi kata yang terucap
Jangan ada lagi tetes air mata
Di saat kepergianku
Untuk selamanya
Maafkan caraku ini
Yang 'tak ingin kau terluka
Karena diriku terlalu mencintaimu
Maafkan kepergianku
Yang inginkan kau bahagia
Tanpa diriku untuk selamanya
Oo....Maafkan caraku ini
Yang 'tak ingin kau terluka
Karena diriku terlalu mencintaimu
Maafkan kepergianku
Yang inginkan kau bahagia
Tanpa diriku untuk selamanya
____________
Lirik ini dikutip dari lagu Maafkan Kepergianku, vokalis Ruth Sahanaya.
http://hirnesaris.imeem.com/music/9FEZVIaJ/ruth_sahanaya_terbaik_maafkan_kepergianku/
Kata-katanya begitu menyentuh sanubari saya. Seakan-akan dia menyanyikannya untuk saya di alam sana.
Terkenang akan saat-saat indah bersama sahabat setia saya yang telah pergi untuk selamanya. Meskipun dia hanya seekor anjing ras seperti pudel yang besar, namun dia begitu setia menemani hari-hari saya disaat saya sedang merasa gembira ataupun sedih. Selama 22 tahun keberadaanya menjadi hiburan tersendiri.
Untuk terakhir kali saya melihat dia waktu liburan Paskah. Tatapan dari mata yang cantik begitu memelas. Mungkin jika dia bisa berbicara, dia ingin mengucapkan suatu pesan. Namun dia hanya terdiam.
Saya menyentuh bulu yang halus untuk sekedar menghibur dan meringankan penderitaan. Penyakit lambung yang dia derita memang sudah parah. Lambung itu tidak kuat mengolah tulang ayam sehingga mengalami luka dan infeksi yang hebat. Muntah terus menerus tanpa mau makan dan minum. Apa mau dikata, sebelum sakit dia sering melahap segala sesuatu tanpa memikirkan akibatnya. Memang, dia sangat suka sekali makan tulang ayam.
Dia begitu manja jika di dekat saya, suka sekali dielus-elus dan kepalanya menyentuh tangan saya jika saya berhenti mengelus. Begitu terus. Namun, saya tidak bisa selalu ada disisi dia. Masih banyak tugas rutin yang menanti. Saya pamit dengan berat hati. Ternyata pertemuan itu untuk yang terakhir.
Kemarin, tanggal 8 April 2008 berita sedih ini saya terima. Saya tidak mengantar kepergiannya , namun dia selalu ada di hati saya. Selamat jalan, Pita......Lupita.
Kembali terngiang-ngiang lagu itu ditelinga saya,
Maafkan caraku ini
Yang 'tak ingin kau terluka
Karena diriku terlalu mencintaimu.
No comments:
Post a Comment