Sunday, July 20, 2008

Antara Hati Nurani dan Logika

Oleh : Giacinta Hanna

Ketika melihat ibu muda tanpa suami itu memerlukan perkerjaan, saya tak kuasa menolak. Ketika dia berulah, saya tak kuasa untuk memaafkan kesalahannya namun jika saya harus menomorduakan usaha yang baru saya rintis ini hanya untuk kepentingannya, saya terpaksa menolaknya. Dengan berat hati saya terpaksa menolaknya.

Katanya di Indonesia banyak pengangguran. Dilihat dari perbandingan antara penyedia lapangan perkerjaan dengan tenaga kerja, lebih banyak tenaga kerja sehingga sisanya tidak tertampung dan terpaksa harus menunggu dan menunggu untuk mendapatkan pekerjaan.

Namun, ternyata kebutuhan akan tenaga kerja masih terbuka lebar di berbagai bidang. Lapangan kerja masih terbuka luas bagi para pemula. Contohnya jika dibuka mal baru butuh tenaga kerja untuk membersihkan toilet, tukang pel, tukang sampah, cleaning service, waiter/waitress, koki, kasir, pengisi acara, penyanyi, sampai designer, manager, marketing, dll.

Kiranya ada sesuatu yang salah dengan pencari kerja kita sehingga mereka tidak tertampung. Skill dan sikap mental. Antara promosi diri dengan apa yang mampu dikerjakan itu seringkali tidak sesuai. Mereka umumnya tidak siap pakai. Ditambah dengan tuntutan gaji yang tinggi sebelum pekerjaan dilaksanakan.

"Saya minta gaji dua kali lipat, Bu. Karena saya mengerjakan pekerjaan rumah juga menjaga stan", ujar salah satu pegawai.

Keberanian meminta gaji dua kali lipat cukup mengagumkan namun tidak seimbang dengan kemampuan yang ada pada dirinya. Kerja belum satu bulan. Seterika pakaian sampai robek karena tidak punya pengetahuan tentang itu. Sering menggunakan HP untuk kepentingan pribadi di waktu kerja, tidak mempunyai sikap sopan terhadap atasan, berbohong tentang riwayat hidupnya dan tidak bisa masak.

Terkadang ada pertentangan batin ketika memperkerjakan seseorang. Pertentangan itu timbul ketika akan memberhentikan pegawai karena masalah skill dan mental. Hati nurani berkata ingin menolong untuk memperbaiki hidupnya namun logika berkata,

"Jika saya terus memperkerjakan dia, usaha yang baru saya rintis ini akan mengalami banyak masalah".

Ternyata hati nurani harus mengalah dalam hal ini. Ketegasan lebih diutamakan dan saya terpaksa harus menomorduakan rasa 'tidak tega'. Akhirnya saya memecat dia. Maafkan saya.

No comments: