Thursday, March 13, 2008

Si "Pukat Ikan" Penyelamat Bumi

Dalam film itu terlihat dua ekor beruang putih di Kutub Utara sedang mencukur bulu-bulunya sampai habis karena kepanasan. Setelah plontos, kedua beruang itu tersenyum lega.

Film yang ditayangkan dalam acara kampanye lingkungan oleh perusahaan Greenpeace, ingin menunjukkan dampak dari permasalahan perubahan iklim dan pemanasan global, yang mempengaruhi kehidupan satwa-satwa di Kutub Utara karena meningkatnya suhu udara.

November 2007 yang lalu secara tidak sengaja saya membaca di salah satu milis bahwa masyarakat diberi kesempatan melihat gratis kapal Rainbow Warrior milik aktivis pencinta lingkungan Greenpeace di Tanjung Priok. Kapal itu akan berlabuh selama enam hari sebelum melanjutkan perjalanan ke Bali.

Membaca kata “gratis” dan Greenpeace, hati saya tergerak untuk mengajak keluarga menyaksikan secara langsung kapal terkenal nan legendaris itu. Selain murah meriah karena hanya mengeluarkan ongkos tol dan bensin, kegiatan itu bisa membuat pengetahuan anak-anak bertambah dan bahkan mungkin hati mereka dapat tergugah untuk lebih mencintai lingkungan.

Tentu tidak mulus jalan ke Greenpeace. Penolakan datang dari anak saya yang sulung. Dia mengatakan, “Ma, udahlah kita ke mal aja. Untuk apa kita ke Tanjung Priok?”

Saya jelaskan bahwa ini adalah kesempatan langka, karena Rainbow Warrior hanya datang sekali setahun. Rainbow Warrior adalah kapal yang mengelilingi bumi untuk mengkampanyekan perlawanan tehadap kemapanan kaum perusak lingkungan alam. “Mumpung kapalnya ke sini kita bisa menyaksikan secara langsung bagaimana bentuk fisiknya dan menjelajahi seluruh isi kapal itu,” kata saya.

Mudah-mudahan saya bisa menularkan semangat saya kepada anak-anak. Dalam benak saya tergambar bentuk kapal itu mirip dengan kapal pesiar di film Titanic yang megah dan mewah, lengkap dengan semua fasilitasnya. Tentunya bangga sekali jika pernah menginjakkan kaki bahkan merasakan tinggal didalamnya meskipun hanya beberapa menit.

Ternyata tidak semudah itu untuk melihat langsung si “Pukat Ikan” yang dahulunya digunakan untuk menangkap ikan. Begitu banyak peminat yang datang dan kami semua harus mengantri untuk mendapatkan giliran. Mata kami mencari-cari letak kapal itu. Namun yang kami lihat hanya kapal kecil berwarna hijau dengan tanda pelangi di tubuhnya.

“Dik, yang mana ya kapal Rainbow Warrior itu?” tanya saya kepada salah satu sukarelawan Greenpeace berkaus hitam.

“Yang itu, Bu. Yang berwarna hijau dengan tiga tiang layar,” ujarnya sangat ramah.

Sambil menunggu giliran, kami diajak melihat-lihat berbagai foto tentang kerusakan lingkungan di daerah Riau dan dengan penuh semangat dia memberikan keterangan satu persatu dari setiap foto yang ada.

“Inilah bahayanya bila terjadi kebakaran di hutan gambut seperti Riau. Hanya karena sepuntung rokok, api bisa menjalar dalam hitungan menit dan asap yang dihasilkannya bisa mencemari udara,” ujarnya.

Selain foto-foto juga disajikan film dokumenter mengenai satwa-satwa yang telah kehilangan habitatnya, perjuangan melawan keserakahan manusia di berbagai tempat, bencana alam yang mengakibatkan manusia menderita dan perubahan suhu akibat lingkungan yang tercemar.

Film diselingi dengan cerita beruang putih yang mencukur bulunya sampai habis karena udara di Kutub Utara sebagai habitatnya mulai terasa panas. Kami sekeluarga menerima kenyataan baru bahwa bumi yang kami pijak ini akan punah sewaktu-waktu.

Udara yang panas tidak melunturkan semangat kami untuk mendapatkan kesempatan menjejakkan kaki di dalam kapal itu. Setelah tiba giliran, kami menaiki tangga besi dengan hati-hati. Tangga terlihat kurang kokoh dan bergoyang-goyang namun kami semua mengabaikannya. Setelah sampai di atas, terasa angin kencang mulai menerpa wajah.

Kapal Rainbow Warrior bukanlah kapal megah, besar dan mewah seperti bayangan saya semula. Kapal dengan panjang 55,2 meter ini sudah berusia 40 tahun dan aktif dalam gerakan protes lingkungan era akhir ‘70-an dan awal ‘80-an yaitu mengenai perburuan anjing laut, ikan paus dan uji coba nuklir.

Nama Rainbow Warrior atau Satria Pelangi diambil dari cerita rakyat suku Indian. Dalam legenda Indian, Rainbow Warrior adalah nama salah satu tokoh yang selalu memerangi perusak lingkungan di hutan Amazon.

Dipandu sukarelawan dari Greenpeace kami melihat bagian buritan kapal, kemudian pada bagian kemudi, dan sampai di bagian depan. Bagian terunik dari kapal ini adalah empat barang peninggalan kapal Greenpeace yang pertama berupa kompas, lonceng, kemudi dan ukiran kayu berbentuk lumba-lumba bernama Dave. Dalam rongga ukiran kayu ada botol yang berisi pesan masa depan (time capsule).

Kapal Greenpeace yang pertama tenggelam di pelabuhan Auckland, Selandia Baru setelah diledakkan oleh dinas rahasia Perancis pada 10 Juli 1985. Saat itu para aktivis mendapat terror besar-besaran karena menentang percobaan nuklir Perancis. Kejadian itu menewaskan seorang fotografer yang tertidur di dalamnya, bernama Fernando Pereira. Rainbow Warrior adalah kapal pengganti. Di samping Rainbow Warrior, Greenpeace memiliki dua kapal lain Arctic Sunrise dan Esperanza yang sering beraksi di bawah laut dan bumi bagian utara hingga ke kutub.

Dengan berdecak kagum, kami membayangkan perjuangan mereka melawan kaum perusak lingkungan. Dengan tiga kapal kecil mereka berani bergerak ke seluruh dunia untuk menyelamatkan bumi. Sering kali kapal kecil ini mengejar kapal-kapal besar di laut untuk mencegah tindakan yang merusak ekosistem laut. Tidak sedikit sukarelawan yang menjadi korban dan meninggal.

Sesuai dengan namanya Greenpeace, mereka beraksi dengan prinsip cinta dan perdamaian. “ Kekompakkan dan koordinasi akan terjalin jika dilandasi dengan prinsip tersebut, “ sukarelawan Greenpeace itu mengakhiri keterangannya.

Rupanya penampilan fisik kapal itu mengelabui kami semua. Sekalipun kecil, kapal itu mengandung makna yang dalam yaitu semangat juang yang besar dan pantang menyerah dalam menghadapi berbagai rintangan demi menyelamatkan bumi.

Setelah turun dari kapal, suami saya menghampiri salah satu posko dan dengan antusias mendaftar menjadi donatur. Di perjalanan pulang, kami berbincang seru mengenai lingkungan.

“ Ma, barang-barang bekas itu harus kita kumpulkan untuk pemulung,” ujar si Sulung. “ Beli pohon terus kita tanam di depan rumah supaya udara lebih segar dan bersih, “ ujar adiknya.

Yah, semangat Greenpeace mulai menulari jiwa kami.

No comments: