Saturday, May 19, 2007

Don’t Worry Kids, Your Mom is OK!


Menjadi ibu dari 2 orang anak laki-laki bukan berarti harus menanamkan sikap maskulin saja tetapi yang terutama adalah memberikan kebahagiaan dan kebebasan mengeluarkan pendapat dimasa mereka bertumbuh , melatih kepekaan dan mendidik mereka dengan semestinya sehingga mereka tidak merasa terpaksa ataupun tertekan pada saat belajar.

Ya,. Anak-anakku laki-laki semuanya. Umur mereka terpaut satu tahun. Yang sulung berusia 10 tahun dan adiknya berusia 9 tahun. Sudah sejak kecil aku terbiasa bergaul dengan laki-laki karena kakakku juga laki-laki, sehingga saat mendidik dan mengasuh mereka aku tidak merasa canggung lagi.

Aku bisa bermain layang-layang, kelereng, catur ataupun olah raga bulu tangkis bersama mereka. Disaat bermain bersama itulah mereka sering menceritakan pengalaman mereka saat di sekolah, saat mengikuti les ataupun saat ikut ekstra kulikular. Cara mereka bercerita sangat bersemangat sekali. Kupandangi wajah mereka yang ceria dan bahagia dengan penuh cinta.

Sebagai seorang ibu, aku merasa pengasuhan lebih terpusat pada diriku daripada suamiku. Hal ini terjadi karena aku lebih mempunyai banyak waktu untuk selalu berada disamping mereka saat pengasuhan berlangsung daripada suamiku yang lebih banyak di luar rumah untuk mengurus pekerjaan. Dengan sendirinya hubungan mereka menjadi lebih dekat denganku.

Aku memberikan kebebasan bermain kepada mereka akan tetapi aku juga melatih mereka agar bisa belajar setidaknya selama dua jam dalam waktu yang sama setiap harinya. Mereka mengusulkan agar waktu belajar digunakan saat malam hari karena siang harinya mereka ingin bermain. Dan aku menyetujui usul mereka. Yang terpenting bagiku adalah mereka melakukannya tanpa perasaan tertekan. Dengan diberinya kebebasan ini, anak-anakku mempunyai motivasi dan tanggung jawab dalam belajar. Aku sangat bersyukur karena mereka mampu menyerap pelajaran dengan baik.

Hampir setiap malam sebelum tidur aku menceritakan hal-hal yang lucu tetapi mendidik. Karena menurut salah satu buku yang aku baca titik optimal daya ingat anak adalah menjelang tidur.

Malam ini aku menjelaskan mengenai cara makan yang baik. “Nak, kalau cerita mengenai cara makan, kita tidak mengunyah makanan sambil berbicara. “ Mblub,… nyam…nyam… krowes… … ,“ aku menjelaskan sambil memperagakannya. Mereka tertawa cekikikan. “Apalagi kalau ditambah dengan bersendawa dan sambil tidur-tiduran. “Nglek,… mua,… eu!... uhuk!.. uhuk!“ Mereka kembali tertawa-tawa. “ Ma, jadi kalau makan harus di meja makan dan tidak berbicara ya?” anakku memberikan kesimpulannya. “Ya, betul, Nak,” sahutku membenarkan kesimpulan mereka. Tanpa sadar mereka belajar.

“Baiklah, sekarang kita berdoa dan setelah selesai, langsung bobo, ya.” Aku mengingatkan mereka. Mereka menurut dan tidak lama tertidur nyenyak dengan wajah tersenyum. Aku memandangi wajah polos mereka yang sangat ganteng bila sedang tidur. "Mama sayang sekali sama kalian, Nak."

Saat mendampingi anak-anakku belajar dan bermain adalah saat yang paling membahagiakanku. Akan tetapi terkadang tanpa terasa pikiranku melayang jauh kebelakang, teringat akan perkataan suamiku yang terlalu tajam dan menyakitkan bagiku. “Ma, kenapa mama mau mencelakai papa?” “Papa menerima telepon dari Kakak Papa bahwa Mama memakai kekuatan sesat untuk mencelakai Papa.”

Tanpa sadar air mataku mengalir didepan anak-anakku ketika mengingat hal itu. Kalau sudah begitu, anak-anak pasti bertanya,.”Mama, kenapa? Ada apa Ma? Papa jahat ya sama Mama?” “Oh, tidak… Mama tidak apa-apa. Papa engga jahat sama Mama. Kami baik-baik saja,” Aku menenangkan hati mereka. Pertanyaan mereka menjadi hiburan buatku.

Aku beruntung mempunyai dua pengawal yang siap menjaga hatiku disaat aku susah. Tanpa dapat dicegah, anak-anak punya kepekaan yang luar biasa terhadap perasaanku. Tanpa dapat kukekang pula, mereka menjadi menjaga jarak dengan papanya. Tetapi bagiku, kebahagiaan menjadi lebih sempurna bila kami berempat menjadi dekat. Akulah yang harus mengembalikan kepercayaan anak-anak kepada papanya. Aku cairkan suasana yang mulai mendung, agar mereka lupa, dan kami kembali ceria. Don’t worry, Kids!

No comments: