Sunday, August 23, 2009

Arti Kelahiran

Oleh : Giacinta Hanna


Ketika baru tiba di rumah sehabis menjemput dua pengawal terkasih, aku menemukan kucingku mengeong-ngeong dengan sikap tidak seperti biasanya.
“Ada apa?” tanyaku

“Ngeong, ngeong….” Ujarnya dengan tubuh bergerak kesana-kesini.

Kami semua bingung. Ada apa ini? Hanya itu yang bisa dia perbuat.

Tiba-tiba terdengar suara yang lain. Berfrekwensi tinggi, bertempo cepat mirip seperti suara tikus kejepit.

“Eh, suara darimana itu?”

Kami mencari-cari sumber suara itu dan akhirnya ditemukan juga. Suara itu berasal dari bawah tanaman rambat Sirih Belanda. Bergegas kami mendekat. Ketika kami tengok ternyata ada dua mahluk kecil, masih memiliki plasenta, bergerak-gerak seperti mencari sesuatu.

“Oh, si Penjelajah beranak!” teriak kami serentak.

“Pantas dia mengeong-ngeong panik begitu. Rupanya ada yang ingin dia bertahukan kepada kita”, ujarku sambil menengok kepada kedua pengawalku.


Sangat tidak layak tempat mereka dilahirkan. Hanya beralaskan tanah dan beratapkan tanaman rambat. Kedua tubuh mungilnya masih basah oleh darah sehingga jika bergerak, tanah-tanah menempel pada tubuh dan juga plasentanya. Kasihan sekali melihat mereka.

Akhirnya aku punya ide untuk memindahkannya ke tempat yang lebih layak dan nyaman. Kuambil keranjang pakaian yang pinggirnya berlubang-lubang. Kualasi dengan keset kain beberapa lapis.

Aku ingin mengangkat mereka namun ada rasa jijik menyelimuti karena plasenta itu terbawa kemanapun mereka pergi.

“Bagaimana ini?” gumamku bingung.

Tiba-tiba pengawalku berujar, “Ma, biar aku yang angkat.”

“Weihh, berani ya?!” ujarku.


Dia mengambil kain pel bekas kaus dalam papanya, kemudian mengangkat mereka satu persatu kedalam keranjang pakaian yang telah aku sediakan.

“Wah, hebat! Kamu mau tolong mama, ya,” ujarku memujinya.

Pengawalku tersenyum tersipu-sipu namun terlihat bahagia karena telah berhasil menolong dua mahluk mungil itu dan membuat mamanya terkagum-kagum.

Kemudian aku taruh keranjang itu di tempat terbuka, di belakang rumah. Si Penjelajah terkejut melihat kedua anaknya telah berada didalamnya. Akan tetapi dia cepat tanggap. Dia masuk kedalamnya dan mendekati kedua buah hatinya yang sedang berbunyi dan mencari-cari sesuatu. Akhirnya mereka mendapat yang dicari, puting-puting susu ibunya.

Kami bertiga mengamati tingkah laku mereka. Si Penjelah meskipun baru pernah melahirkan namun mampu mengatasi keadaan yang ada. Diantara kebingungan akan hadirnya dua mahluk baru, dia menerima mereka dengan lapang dada.

Naluri seorang ibu yang ingin melindungi anak-anaknya dan memberikan kasih sayang begitu nyata terlihat. Sambil memberikan makanan pertama, dijilat-jilat tubuh keduanya perlahan namun terus-menerus. Dibersihkannya tubuh kotor mereka dari tanah-tanah yang menempel. Dimakannya kembali plasenta-plasenta itu. Dan akhirnya mereka terlihat sangat bersih dan lucu.

Sepanjang malam, si Penjelah tidak pernah beranjak meninggalkan anak-anaknya. Disusuinya sampai mereka kenyang dan tertidur. Selama mereka tidur, dia terus membersihkan keduanya sekaligus membelainya dengan lidah, tanda dia menyayangi kedua anaknya. Keduanya merasa nyaman dan tenang berada dalam pelukan ibunya.

Dari pengamatan hari itu, aku berpikir lebih lanjut. Seekor binatang yang jauh dari sempurna dibandingkan dengan manusia, mampu menyayangi dan melindungi anak-anaknya dengan sepenuh hati. Meskipun keduanya hadir tanpa perencanaan, namun diterima dan dirawatnya dengan penuh kasih sayang.

Sebaliknya dengan manusia. Kesimpulan apa yang kita dapat dengan tingkah laku mereka akhir-akhir ini? Kita melihat begitu banyak bayi yang baru lahir dan tidak dikehendaki kedua orang tuanya, dibuang begitu saja di tempat sampah, di sawah ataupun ditempat-tempat lain yang tidak mudah terlihat, Kabarnya seringkali hasil hubungan gelap. Dan begitu banyak aborsi yang dilakukan karena berbagai macam alasan. Bagaimana mereka mempertanggung-jawabkan tingkah laku mereka dihadapan sesama terlebih dihadapanNya?

No comments: